Selasa, 21 Februari 2012

pengolahan limbah secera primer

Pengolahan Limbah Secara Primer

BAB I
Pendahuluan


1.1 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini, antara lain:
  1. Agar mahasiswa mengetahui cara pengolahan limbah cair penyamakan kulit
  2. Agar mahasiswa mampu mempraktekkan dengan benar mengenai analisa limbah cair pengolahan kulit

1.2 Dasar Teori

Limbah cair dari kegiatan industri penyamakan kulit merupakan unsur potensial untuk kelestarian lingkungan, khususnya lingkungan air. Makin meningkatnya industri kulit baik dalam kuantitas maupun kualitas, membuat semakin kompleknya permasalahan mengenai limbah. Melihat alasan tersebut maka pengolahan limbah cair perlu dilakukan.
Pada umumnya pengolahan limbah penyamakan kulit terdiri dari dari 2 pengolahan, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
Pengolahan primer terdiri dari :
  1. Penyaringan atau secreening yang bertujuan untuk menghilangkan sampah-sampah padat yang terkandung dalam limbah. Selain itu juga bertujuan untuk menetralisir padatan berukuran besar dan kecil sehingga diharapkan arus yang deras tersebut tidak merusak pompa, pengaduk maupun peralatan lainnya.
  2. Penyaringan pasir atau benda-benda keras, proses ini sama seperti proses penyaringan sebelumnya hanya saja merupakan penyaringan lanjutan yang intensif dengan menggunakan grid removal.
  3. Pencampuran dan pengaturan aliran limbah cair (homogenisation and flow equalisation), proses ini bertujuan untuk mengatur debit air limbah serta mengatur air limbah secara keseluruhan agar tidak terjadi aliran limbah yang terlalu ekstrim, sebab dalam penyamakan kulit limbah yang dihasilkan dalam tiap-tiap tahapan proses tidak sama debit alirannya. Oleh karena itu didalam bak equalisasi biasanya dilengkapi dengan:
  • Pengaduk
  • Aerasi
  • Pompa
  • Dan oksidasi sulfida dengan katalisator MnSO4
Adapun pengawasan yang dilakukan dalam proses ini adalah:
  • Apabila bak homogenitas lebih dari satu, maka cara pengisiannya bergantian agar waktu tinggalnya ditentukan dengan pasti
  • Apabila digunakan aerator terapung, maka dipilih aerator yang tepat agarsifat limbah dapat homogen dan sulfida dapat teroksidasi dengan baik
  • Apabila digunakan aerator dasar bak, maka dipilih aerator yang tepat agar dapat mengaduk dengan baik dan tidak terganggu oleh lumpur
  • Jarak inlet dan outlet diupayakan sejauh mungkin agar limbah dapat terolah sempurna
  • Apabila dilakukan oksidasi sulfida disini, maka dosis harus cukup (20 mg/L) dengan percobaan laboratoris dulu.
  • Mengecek kandungan sulfida dengan kertas "Lead acetat" sebelum air limbah dipompa ke bak berikutnya.
  • Pompa sebaiknya menggunakan pompa dasar.
D. penggumpalan dengan bahan-bahan kimia dan pengendapan (chemichal coagulation dan sedimentation)
Pada proses ini pennguumpalan biasanya dilaksanakan dengan bahan-bahan kimia, hal ini dimaksudkan agar:
  • Mengurangi padatan terlarut 80- 90 %
  • Mengurangi BOD dan COD 20 – 40 %
  • Mengurangi krom valensi tiga dan sulfia hingga 100 %
  • Mengurangi warna cat
  • Mengurangi beban pencemar dalam bak biologi

Bahan-bahan kimia yang berfungsi sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair penyamakan kulit antara lain:

Tawas
Tawas/Alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2S04 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O umumnya yang digunakan adalah 18 H2O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada pH < 7 terbentuk Al ( OH )2+, Al ( OH )2
4+, Al2 ( OH )2
4+. Pada pH > 7 terbentuk Al ( OH )-4. Flok –flok Al ( OH )3 mengendap berwarna putih.
Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih – putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan :

Baku mutu limbah cair penyamakan kulit menurut keputusan menteri Lingkungan Hidup tahun 1995 adalah sebagai berikut;
Tabel 1 Baku mutu Limbah penyamakan kulit






















1.3 Alat dan Bahan



1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum proses pengolahan dan analisa limbah cair penyamakan kulit, adalah sebagai berikut:
A. Miniatur pengolahan limbah cair
  • 1 unit miniature pengolahan limbah
  • ember 1 buah,
  • pengaduk listrik,
  • pompa,
  • selang
  • pengukur debit dan
  • Kertas pH
  • gelas ukur 100 ml,
  • gelas beker 250 ml,
  • stopwatch,
  • pH meter,
  • sudip
B. Analisa Limbah

  • Erlenmeyer 250 ml,
  • Gelas beker 250 ml,
  • Corong, buret,
  • Statip,
  • Pipet volum 25 ml,
  • Pipet gondok 10 ml,
  • Propipet,
  • Kompor listrik,
  • Labu ukur 100 ml,
  • Gelas ukur,
  • Gelas arloji,
  • Botol semprot,
  • Tabung COD
  • Reactor COD









2. Bahan
Adapun Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum proses pengolahan dan analisa limbah cair penyamakan kulit, adalah sebagai berikut:
A. Pengolahan limbah Cair
  • Limbah cair soaking,
  • Limbah cair reliming
  • Limbah cair krom tanning.
  • Koagulant kapur
  • Tawas
B. Analisa Limbah Cair

  • Larutan ferisianida
  • Larutan buffer
  • Larutan BaCl2
  • Indicator DMG
  • Aquades, larutan
  • AgNO3 0,1 N 15 ml
  • Larutan HNO3 pekat 5 ml,
  • Kalium thiosianat 0,1 N
  • Indikator Ferric alum
  • Larutan H2O2 30%
  • HCl pekat, KI 10%
  • Larutan Thiosulfat o,1N
  • Indicator amilum

1.4 Cara Kerja

a. Adapun cara kerja dari praktikum proses pengolahan limbah cair kulit adalah sebagai berikut:
  1. Limbah cair soaking, krom, dan reliming dimasukkan kedalam bak terpisah dan masing limbah dianalisa ph, debit, kadar klorida, krom, sulfide dan cod,
  2. Kemudian dari masing-masing bak limbah tersebut dialirkan kedalam bak equalisasi dan diaduk dengan pengadukan cepat serta dianalisa debit, ph, kadar klorida, krom, sulfide dan cod,
  3. Kemudian dari bak equalisasi campuran limbah dialirkan menuju bak koagulasi dan dilakukan pengadukan lambat dan ditambah koagulant serta dianlisa ph, debit, klorida, krom, sulfide dan cod,
  4. Setelah itu limbah dialirkan kedalam bak sedimentasi dengan menggunakan bantuan pompa listrik. Didalam bak sedimentasi dengan system meluber cairan hasil luberan dialirkan kembali kedalam bak koagulasi yang sebelumnya juga dilakukan analisa ph, debit, kadar klorida, krom, sulfide dan cod serta endapan yang dihasilkan dialirkan kedalam wadah dan dilakukan proses pengeringan.

b. Adapun cara kerja dari analisa limbah cair kulit adalah sebagai berikut:
  1. Analisa pH ; limbah pada masing tahap proses Dianalisa keadaan pHnya dengan menggunakan kertas pH dan pH meter.
  2. Analisa debit; yaitu pada limbah dialirkan kedalam gelas beker 100 ml dan dhitung dengan stowath waktu mulai mengisi gelas beker sampai tanda garis atau sampai volum limbah 100 ml, kemudian volum gelas beker dibagi dengan waktu dalam detik sehingga didapat kecepatan alir atau debit dalam ml/detik.
  3. Analisa kadar klorida; sampel limbah pada bak Q1, Q4, Q5 dan Q6 diambil kemudian masing ditambahkan larutan AgNO3 dan HNO3 pekat kemudian dipanaskan sampai mendidih dan didinginkan sampai suhu ±600C kemudian ditambah aquades dan dititrasi dengan larutan thiosianat (KCNS) dan indikataor ferric alum.
  4. Analisa kadar krom, sampel limbah pada bak Q2, Q4, Q5 dan Q6 diambil dan kemudian ditambahkan air suling, Larutan H2O2 30% setelah itu dididihkan pelan-pelan selam 30 menit dan setelah itu ditambahkan kembali air suling kemudian di cek pH dan ditambahkan larutan HCl 5N dan KI 10% dan didiamkan dalam tempat gelap beberapa menit kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat dengan indicator amilum sampai berwarna bening.
  5. Analisa kadar sulfide, sampel limbah pada bak Q3, Q4, Q5, dan Q6 diambil dan kemudian ditambahkan larutan buffer dan beberapa tetes indicator DMG serta BaCl2 dan setelah itu dititrasi dengan larutan ferisianida sampai warna larutan berubah.
  6. Analisa kadar COD, sampel limbah yang telah diencerkan pada masing-masing tahap proses diambil dan dimasukkan kedalam tabung COD kemudian ditambahkan larutan K2Cr2O2 dan asam sulfat dan kemudian dilakukan proses refluks dengan reactor COD selama 2 jam pada suhu 1500C setelah itu tabung COD didinginkan setelah dingin dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan indicator ferroin sebanyak 3-4 tetes dan kemudian dititrasi dengan larutan FAS sampai terjadi perubahan warna dari warna kuning menjadi merah bata.



BAB II
PRAKTIKUM



2.1 Data hasil percobaan

Tabel 2 Hasil pengamatan pada praktikum
No
Proses
Limbah
Pengamatan
pH
Debit ml/detik
Klorida
gr/l
Krom
gr
Sulfida
COD
1
Bak Q1
Soaking
8
7,6
5,09
-
-
-
2
Bak Q2
Tanning Crom
4,14
11,44
-
0,0027
-
-
3
Bak Q3
Reliming
13
7,6
-
-
0,00078
-
4
Equalisasi Q4
Campuran
9
9
5
0,0021
0,000507
-
5
Koagulasi Q5
Campuran
10
21,7
4,7
0,0033
0,00065
-
6
Sedimentasi Q6
Campuran
12
8,278
2,84
0,0017
0,00039
-


2.2 Perhitungan

  1. Debit
            Contoh Q1 ; V : 50 ml ; t : 6,5 detik
  2. Kadar Klorida
    Diketahui : Q1 VTitrasi rata-rata : 0,3 ml
         N KCNS : 0,1N
            N AgNO3 : 0,1N
        Kadar Klorida     :……..?
    Jawab
    N KCNS x V KCNS    = N AgNO3 x V AgNO3
    0,1    x    0,3    = 0,1     x V AgNO3
            0,03    = 0,1 x V AgNO3
        V AgNO3    = 0,3 ml
    Jadi V AgNO3 yang bereaksi adalah 15-0,3 = 14,7 ml
    Kadar NaCl     = 14,7 x 0,00858
            = 0,126 gr/15 ml
            = 8,4 gr/lter
    Kadar Klorida    = Ar Cl / Mr NaCl x gr/l
            = 35,4/58,4 x 8,4 gr/l
            = 5,09 gr/l
  3. Kadar Krom
    1 ml thio sulfat = 0,002534 gr Cr2O3
    Q2 = 1 ml thiosulfat = 0,002534 gr Cr2O3
                0,93
             = 0,0027 gram Cr2O3


  4. Kadar Sulfida
    1 ml ferrisianida 0,1N = 0,0039 gr Na2S
    Q2 = 0,0039 x 0,2 = 0,00078 gr/ml Na2S    
  5. COD
    ( Error )

2.3 Pembahasan

Dalam praktikum ini, limbah cair proses penyamakan kulit diolah dengan melalui proses pengolahan primer yang terdiri dari beberapa tahapan proses. Untuk menyesuaikan dengan keadaan dilapangan maka dilakukan perancangan alat sederhana berupa miniatur instalasi pengolahan limbah yang terdiri dari bak-bak untuk limbah, ekualisasi maupun pengendapan. Pada tanki pengendapan diberi sekat-sekat untuk menyesuaikan dengan instalasi pegolahan limbah yang sebenarnya dilapangan, yang bertujuan agar memperpanjang waktu limbah didalam tanki penegndapan sebelum penyaringan sehingga limbah dapat lebih sempurna dalam koagulasi maupun penurunan sulfida dengan dengan aeratornya.
Adapun rancangan miniatur instalasi pengolahan limbah dalam praktikum ini adalah seperti gambar berikut ini:

Miniatur tersebut terdiri dari 3 bak limbah yang terletak lebih tinggi dari bak lainnya agar aliran limbah lebih lancar, bak ekualisasi yang didalamnya terdapat pompa dan floculator, serta tanki pengendapan yang diberi sekat-sekat.
Pada bak pertama Q1 berisi limbah soaking yang berwarna hitam keruh. Limbah ini banyak mengandung klorida serta material organik berupa bulu, lemak maupun daging. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, maka diketahui kandungan klorida pada limbah soaking ini adalah sebesar 5,06 gr/L. Sedangkan untuk debit aliran pada limbah ini adalah sebesar 7,6 ml/detik. Debit aliran ini bergantung pada seberapa kandungan zat terlarut yang ada pada cairan limbah serta viskositas dari cairan limbah tersebut. Pada limbah soaking terdapat banyak kandungan zat terlarut yang berasal dari sisa-sisa material organik kulit yang larut bersama air soaking sehingga menyebabkan viskositas larutan bertambah. Selain itu pH larutan berkisar pada pH netral karena adanya kandungan garam.
Pada bak kedua Q2 berisi limbah krom yang berwarna kehijauan keruh. Limbah ini banyak mengandung sisa krom dari hasil penyamakan dan memiliki pH asam, yaitu 4,14. Selain itu laju debit air limbah krom ini lebih besar dibandingkan dengan pada limbah soaking, hal ini disebabkan karena pada proses penymakan krom, limbahnya tidak banyak mengandung material organik yang berupa padatan yang menyebabkan viskositas larutan bertambah. Kemudian dalam hal kandungan krom pada limbah ini adalah 0,0027 gr/l
Pada bak ketiga Q3 berisi limbah reliming yang berwarna kehijauan keruh. Limbah ini banyak mengandung material oragnik serta campuran natrium sulfida dan kapur yang menyebabkan bau paa limbah ini menyengat. Ph pada larutan limbah ini berkisar pada ph basa karena pengaruh kapur, yaitu sekitar 13. Debit aliran air paa limbah ini relatif kecil dibandingkan dengan aliran limbah lainnya sebab banyak mengandung material padatan yang berasal dari material oraganik kuli yang berupa daging, bulu, kotoran, serta larutan kapur dan natrium sulfida yang menyebabkan viskositas larutan limbah ini naik sehingga debit alirannya berkurang. Kandungan sulfida pada limbah ini relatif besar, yaitu sekitar 0,00078 gr/l.
Pada bak ekualisasi semua jenis limbah pada ketiga bak tersebut dicampur menjadi satu untuk meraksikan ketiga limbah tersebut, yaitu antar asam yang berasal dari limbah krom, basa yang berasal dari limbah reliming, dan netral atau garam yang berasal dari limbah soaking. Reaksi ini menyebabkan terjadinya endapan, sebab reaksi antara asam-basa menghasilkan garam dan air. Oleh karena itu prinsip ini dimanfaatkan untuk instalasi pengolahan limbah ini. Selain itu fungsi ekualisasi adalah untuk mnyeragamkan aliran air karebna seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa aliran air pada tiap-tiap jenis limbah berbeda. Pada saat ekualiasai, cairan limbah yang dicampur terjadi perubahan pH yang menuju kearah netral, yaitu sekitar 9. Serta debit aliran air yang berubah menjadi 9 akibat adanya pencampuran beberapa jenis limbah yang berbeda. Selain itu secara kasat mata terlihat larutan limbah tersebut mulai mengalami koagulasi walaupun tidak terjadi secara signifikan. Sehingga dilakukan penambahan koagulan berupa tawas dan kapur dengan perbandingan 2 : 1 yang bertujuan untuk mengkoagulasi limbah secara cepat. Cara pemberian koagulan dilakukan bedasarkan metode jartest, dimana pada saat penambahan koagulan pengadukan dilakukan secara cepat selama 15 menit pertama baru setelah itu kecepatan pengadukan diturunkan, dan tahap ini disebut flokulasi.
Untuk mengurangi kandungan sulfida yang ada pada limbah pada bak ekualisasi, maka diberikan aerator yang berfungsi untuk menyuplai oksigen kedalam limbah agar kandungan sulfida berkukang.
Pada hasil akhir pengolahan limbh tersebut terjadi kenaikan pH, penurunan pH serta penurunan beberapa kandungan limbah seperti krom dan sulfida yang lebih kecil dibandingkan limbah pada bak–bak awal. Hal ini membuktikan bahwa proses pengolahan limbah tersebut berjalan lancar.
Hanya saja dalam praktikum ini untuk kandungan COD tidak bisa ditentukan sebab terjadi human error dalam penentuan kadar COD dalam tiap-tiap tahapan proses pengolahan limbah tersebut.
Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan ph, debit, maupun kandungan krom, maupun sulfida dapat dilihat pada grafik-grafik berikut ini:






Grafik 1 perubahan pH pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah



Grafik 2 perubahan debit pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah






Grafik 3 perubahan kadar klorida pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah



Grafik 4 perubahan kadar Cr pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah

Grafik 5 perubahan kadar sulfida pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah















BAB III
KESIMPULAN







Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Pada pengolahan limbah primer terjadi perubahan pada inlet maupun outlet, baik dalam hal pH, debit air, kandungan Cr, kandungan Klorida maupun kandungan sulfida
  2. Pada proses pengolahan limbah ini terjadi reaksi asam-basa yang menyebabkan terjadi endapan berupa garam-garaman dan hasil sampingan berupa air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar