Rabu, 22 Februari 2012

pohon hayat

Sebelum daun milik nenek gugur, nenek pernah bercerita perihal sebuah pohon yang tumbuh di tengah alun-alun kota. Kata nenek, pohon itu telah ada sejak ratusan atau mungkin ribuan tahun lalu.
Tak ada yang tahu persis, kapan dan bagaimana pohon itu tumbuh. Sewaktu nenek kecil, pohon itu sudah menjulang meneduhi alun-alun kota, serupa payung raksasa. Menilik kokohnya, tampaknya akarnya telah menancap jauh ke kedalaman bumi. Batangnya pun tampak seperti lengan lelaki yang kuat dan penuh urat. Dahan dan ranting berjabar serupa jari-jemari yang lentik. Dedaunnya lebar serupa wajah-wajah yang tengah tersenyum dalam keabadian.
Kata nenek, kehidupan setiap penduduk di kota ini tersemat di tiap daun yang bertengger di cabang, ranting, dan tangkai pohon itu. Setiap kali ada satu daun yang gugur, artinya seseorang di kota ini telah lepas dari kehidupan. Satu daun artinya satu kehidupan, begitu kisah nenek.
***
Suatu ketika, aku pernah mendesak nenek untuk mengantarku ke alun-alun kota, untuk melihat langsung pohon itu. Tentu saja tanpa sepengetahuan ibu. Karena, kalau ibu tahu pasti ibu tak akan mengizinkan. Diam-diam kami pun berangkat, pelan-pelan aku menuntun nenek yang jalannya sudah tidak tegap lagi. Jarak antara rumah dan alun-alun kota sebenarnya tidak terlalu jauh. Kami cukup naik angkutan umum satu kali, tak sampai setengah jam kami sudah sampai.
Begitu sampai di alun-alun kota, nenek langsung mengajakku ke pusat alun-alun, tempat di mana pohon itu berada. Kami berteduh di bawahnya, nenek duduk dengan napasnya yang terdengar ngik-ngik. Kepala nenek menengadah ke atas. Aku pun menirukannya.
”Banyak sekali misteri dan kehidupan di atas sana,” gumam nenek.
Lelah menengadahkan kepala, aku pun menunduk. Tampak daun-daun kering berserakan di mana-mana, sebagian terinjak-injak oleh kakiku.
”Nek,” aku menjawil lengan nenek.
”Ya?”
”Apakah daun-daun kering yang berserakan di bawah ini adalah jasad orang-orang yang sudah mati?”
”Ya, daun-daun itu adalah jasad tilas mereka dari pohon kehidupan.”
”Berarti jasad tilas ayah ada di antara daun-daun kering itu?”
”Mungkin. Tapi nenek kira, kini, jasad ayahmu sudah menyatu kembali dengan tanah.”
”Nek.”
”Ya?”
”Mengapa daun-daun kering itu tidak dibersihkan atau dibakar saja.”
”Tak perlu, lambat laun mereka juga akan kembali ke muasalnya, tanah, melebur menjadi tanah. Dari tanah kembali ke tanah.”
Kepalaku kembali menengadah, ”Kalau daun-daun kemuning yang ada di atas sana itu siapa?”
”Mereka adalah orang-orang tua yang masih hidup di kota ini, mereka-mereka yang sudah lama bertengger di atas pohon kehidupan.”
”Apakah mereka akan segera gugur.”
”Tentu saja, Nak. Gugur adalah takdir mereka.”
”Apa Nenek ada di antara salah satu daun kemuning yang ada di atas sana, yang siap gugur itu?”
”Nenek tak tahu. Itu rahasia yang di atas, tak seorang pun berhak tahu.”
Aku terus menengadahkan kepala, mencari-cari di mana letak daun milik nenek, milikku, dan juga milik ibu.
”Nek.”
”Ya?”
”Tunas-tunas daun yang tersemat di pucuk pohon itu, pasti adalah bayi-bayi yang baru lahir di kota ini, ya, kan?”
”Ya. Benar, memang kenapa?”
”Berarti, sekarang, aku berada di antara daun-daun muda yang bertengger di atas sana?”
”Ya. Tentu saja.”
”Artinya, masa gugurku masih sangat lama, ya, Nek?”
Nenek mengernyitkan dahi, ”Siapa bilang? Setiap lembar daun kehidupan yang ada di atas sana adalah rahasia. Tak ada seorang pun yang tahu. Gugur adalah hak semua daun, dari yang kemuning, yang masih segar dan hijau, bahkan yang masih tunas pun bisa saja patah dan gugur.”
Aku terdiam. Mencerna kata-kata nenek.
***
Sepulang dari alun-alun kota, nenek mengeluhkan kaki tuanya yang keram. Beberapa hari berikutnya nenek terbaring sakit. Ibu menyebut penyakit nenek dengan ’penyakit orang tua’. Musabab itulah ibu tidak memarahiku ketika kukatakan bahwa sebenarnya akulah yang menyebabkan nenek sakit. Kian hari penyakit nenek kian parah. Tubuh nenek mati separuh. Tak bisa digerakkan. Nenek berak dan buang air kecil pun di tempat. Dengan sabar ibu mengurusinya. Barangkali memang itu kewajiban seorang anak. Ketika ibu masih bayi, pasti nenek juga melakukan hal yang sama.
Kian hari tubuh nenek kian kering. Bahkan ia sudah tidak sanggup lagi bicara. Saat itu aku benar-benar takut. Takut ditinggalkan nenek. Takut kehilangan nenek. Tiba-tiba aku teringat pohon itu. Daun-daun kemuning itu. Tanpa izin ibu, aku beringsut pergi menuju alun-alun kota. Aku berdiri di bawah pohon itu dengan kepala tengadah. Berjaga-jaga jika sewaktu-waktu sebuah daun gugur dari sana. Tapi tidak, detik itu aku tak ingin ada satu daun pun gugur dari sana. Tapi seperti kata nenek, daun-daun di atas sana adalah rahasia. Tak seorang pun berhak tahu atas rahasia itu.
Berjam-jam aku berdiri di bawah pohon itu. Tak tampak satu daun pun yang gugur. Nenek hanya sakit tua biasa. Ia akan segera sembuh, bisikku dalam hati. Ketika aku beranjak pergi meninggalkan pohon itu, tiba-tiba angin berhembus. Sekilas hembus. Beberapa daun dari pohon itu melayang-layang di udara dan akhirnya rebah di tanah. Aku terdiam menyaksikannya, lalu pergi dengan rahasia yang masih mengepul kepala.
Sampai di rumah, tiba-tiba ibu memelukku dengan isakan lirih, ”Nenekmu sudah pergi.”
Bujur tubuh nenek mengingatkanku pada daun kemuning yang rebah di tanah, di alun-alun kota beberapa saat lalu.
***
Seiring usia, masa kecilku hilang dilalap masa. Sebagai remaja yang bebas, aku pun merantau dari kota ke kota. Satu hal yang kemudian kusadari, setiap kota yang kusinggahi selalu memiliki pohon besar yang tumbuh menjulang di alun-alunnya. Hal itu mengingatkanku pada cerita nenek tentang pohon kehidupan di alun-alun kotaku. Namun, geliat zaman menyulap cerita itu menjadi cerita picisan yang sulit untuk dipercaya.
Setiap manusia pasti akan pergi ke muasalnya. Tak ada hubungannya dengan pohon dan daun-daun. Tapi entahlah, hati kecilku selalu mengatakan bahwa cerita nenek itu benar adanya. Aku jadi bertanya-tanya, apakah setiap pohon yang ada di alun-alun kota adalah pohon kehidupan yang menyimpan rahasia kehidupan setiap penduduknya? Entahlah, kukira itu juga sebuah rahasia.
***
Meski hidup dalam rantauan, aku selalu pulang ke kota ibu, kota lahirku, paling tidak setahun sekali. Setiap lebaran fitri. Dan benar, setiap tahun, alun-alun kotaku selalu mengalami perubahan. Taman, bangku-bangku, air mancur, bahkan kini di sisi-sisi jalan sudah ditanami ruko-ruko berderet. Mulai dari pengamen, pengemis, topeng monyet, penjual tahu petis keliling, bahkan tante-tante menor, semua tumplek blek di alun-alun kota. Satu-satunya hal yang tidak berubah adalah pohon itu. Pohon itu masih tampak kokoh dari waktu ke waktu. Setiap aku melihat pohon itu, rol film dalam kepalaku kembali berputar, menayangkan bocah kecil dan neneknya yang tengah asyik berbincang tentang kehidupan di bawahnya.
Tahun berlalu-lalang seperti manusia-manusia yang datang dan pergi di alun-alun kota. Kian tahun, pohon itu kian rimbun, penduduk kota kian merebak. Namun entahlah, daun-daun yang bertengger di pohon itu tampak kusam dan menghitam, warna hijau seperti pudar perlahan. Barangkali kian waktu kian banyak serangga dan hama yang hinggap di sana. Membuat sarang, mencari makan, membuang kotoran dan beranak pinak di sana. Aku jadi bertanya-tanya, apakah itu artinya, para manusia yang hidup di kota ini juga terserang hama? Entahlah.
***
Aku tak pernah menyalahkan waktu, tapi memang banyak sekali hal berubah oleh waktu. Kudengar dari ibu, kini, kota kelahiranku telah jauh berubah. Kian waktu, pepohonan kian habis. Sawah-sawah mulai ditumbuhi rumah-rumah. Tempat ibadah kian melompong. Muda-mudi lebih suka keluyuran ke mal dan bioskop-bioskop. Gadis-gadis kini tak sungkan lagi mengenakan pakaian setengah jadi. Para bujang pun lebih suka bergerombol di pinggir-pinggir jalan ditemani botol, kartu, dan gitar. Gadis hamil di luar nikah menjadi kabar biasa. Merentet kemudian, banyak ditemukan bayi-bayi dibuang di jalan. Sengketa dan pembunuhan merajalela.
Barangkali orang-orang di kotaku memang sudah terserang hama. Seperti daun-daun di pohon kehidupan yang kian kusam di alun-alun kota. Berkali-kali ibu menggumamkan syukur, aku menjadi seorang perantau yang merekam berbagai pohon kehidupan, tanpa melupakan kenangan.
Di zaman yang sudah berubah ini, ruang tak pernah menjadi penghalang. Meski ruang kami berjauhan, setidaknya, setiap seminggu sekali, aku dan ibu saling bertukar kabar, bersilang doa.
”Kian waktu, dunia kian renta, Nak, seperti juga ibumu. Dari itu, pandai-pandailah engkau menempatkan diri,” begitu nasihat ibu yang terakhir yang sempat kurekam. ”Kian waktu, daun-daun itu pun akan luruh satu per satu dan habis. Suatu saat nanti, akan tiba masanya, pohon itu akan tumbang tercabut dari akarnya. Semua sudah tercatat dan tersimpan rapi dalam perkamen rahasia yang tergulung di atas sana.
”Kita hanya manusia yang naif dan rapuh, yang tak tahu apa-apa. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah berjaga-jaga jika sewaktu-waktu nanti pohon kehidupan melepaskan kita dari tangkainya,” Ibu membisikkan nasihat-nasihat itu dengan suara serak. Tiba-tiba aku teringat kerutan yang berombak di dahinya, juga rambutnya yang mulai pecah memutih.
Terbayang dalam kepalaku bahwa kini, mungkin, daun ibu telah menguning dan siap luruh. Tiba-tiba aku ingin pulang, kembali terlelap dalam pangkuan ibu yang hangat. Namun, sebelum langkahku sampai di tanah lahir, telah kudengar kabar bahwa bencana besar telah melanda kotaku. Merebahkan seluruh kota setara dengan tanah. Ada yang mengatakan, bencana yang menimpa kota itu adalah sebuah cobaan. Ada pula yang mengartikan bencana itu sebagai peringatan. Namun, juga tidak sedikit yang mengemukakan bahwa bencana itu merupakan azab. Entahlah.
Ketika aku kembali ke kota itu, yang kutemui hanya kota yang mati. Dengan sisa-sisa kenangan, aku merelakan ibu, merelakan kotaku, merelakan tilas masa kecilku. Bersama air mata, semua kularung ke udara.
Aku merangkak mendatangi alun-alun kota yang telah porak poranda. Dari kejauhan, pohon itu masih tampak menjulang meski compang-camping. Di bawah pohon itu, tubuhku gemetar memandangi satu-satunya daun yang masih bertengger di sana.
”Suatu saat nanti akan tiba masanya, pohon itu akan tumbang tercabut dari akarnya. Semua sudah tercatat dan tersimpan rapi dalam perkamen rahasia yang tergulung di atas sana,” kata-kata ibu kembali mengiang di telinga.

pemanggil bidadari

Kenangan itu seperti kotak-kotak kardus yang berserak. Seperti saat ini ketika kumasuki desa tempat Simbah Ibu tinggal.
Batu-batu jalan setapak seperti memuntahkan kembali rindu yang tiba-tiba mencuat seperti kancing yang lepas begitu saja dari baju seragam anak sekolah. Ketika kumasuki desa itu, malam mulai merapat pada warna jingga di cakrawala. Malam yang selalu menakutkan bagi anak-anak ketika ibu mereka memberi warna hitam pada sebuah hari di mana matahari sedang penat menampakkan cahayanya. Malam pada akhirnya selalu menjadi kutukan. Tak ada satu pun yang menyukai malam di desa itu, hanya Simbah Ibulah yang selalu menyukai waktu di mana semua pekat menjadi penguasa sebuah hari dan sunyi.
Aku tidak tahu sejak kapan aku panggil perempuan itu Simbah Ibu. Perempuan dengan guratan waktu yang penuh pada wajah berhamburan seribu damai di tiap kedip matanya yang bercahaya. Mata yang sebening cinta. Mata yang memberiku keberanian memberi makna kesetiaan utuh pada Semesta. Mata itu benar-benar mengajariku menjadi utuh, menjadi perempuan. Karena hanya menjadi utuh, seorang perempuan akan melahirkan anak-anak yang bahagia. Mata itu memberiku nama Ratri.
”Mbah, mengapa namaku Ratri?”
”Karena kamu lahir pada sebuah malam yang penuh dengan pekat. Kepekatan yang mengerikan. Kepekatan yang begitu banyak melahirkan kesedihan. Malam yang membuat cinta berubah menjadi peluh birahi pada hati yang kosong.”
Perempuan renta itulah yang selalu mengajariku mencintai malam. Setiap malam dikecupnya pelan-pelan lelapku dan dengan lembut diajaknya aku keluar melihat bintang. ”Mari Nduk, kita berburu Bidadari”. Entah kenapa kata-kata itu selalu manjur membuat mataku langsung terbelalak gembira. Diajaknya aku ke halaman rumah tanpa alas kaki dan diajarkannya ritual ”memanggil Bidadari” itu padaku.
Pada awalnya tangan kami terkatup di depan dada. Mata kami perlahan terpejam dan mulai merasakan desir angin bergerisik di antara daun-daun kering. Suara gemerisik itu kadang seperti bisikan kesedihan yang entah dari mana datangnya. Entah kekuatan dari mana tangan kaki kami berdentam ke tanah dan seperti sebuah orkestra raksasa hati kami berdegup tak kuasa untuk menolak musik yang begitu saja menyeruak dari dada. Simbah Ibu dengan gemulai mulai meliukkan tubuhnya dan dengan perlahan penuh harap Bidadari akan segera turun. Aku ikuti gerakan itu. Gerakan pemanggil Bidadari, begitu Simbah Ibu menyebutnya.
”Mengapa kita memanggil Bidadari?”
”Karena jika Bidadari-Bidadari turun, maka desa kita menjadi damai. Para Bidadari itu akan masuk ke rumah-rumah dan menyebarkan bubuk bahagia pada mimpi orang-orang yang terlelap. Jadi ketika orang-orang itu bangun, tanpa mereka sadari mereka sudah membawa bubuk bahagia itu di dalam darahnya. Jika mereka bahagia mereka akan kuat. Hanya merasa bahagia yang akan melahirkan kekuatan. Sehingga mereka akan berusaha sekuat tenaga mengejar mimpi mereka dalam hari-harinya dengan kekuatan itu.”
Benar saja, seperempat jam kami meliukkan tubuh dengan diiringi musik dari hati kami serta mantra syahdu yang begitu lembut keluar dari tubuh rapuhnya. Tak lama kemudian dari angkasa turun beribu-ribu cahaya. Seulas senyum ada disudut wajahnya yang penuh dengan guratan-guratan waktu.
”Mungkin salah satu Bidadari itu ibumu, Nduk. ”
Seperti sihir, kata itu mampu selalu memberi terang sebenderangnya dalam hatiku. Terang yang mampu melahirkan gambar perempuan dengan panggilan Ibu. Sejak aku lahir perempuan itu tidak pernah aku sentuh. Konon, satu-satunya anak perempuan Simbah Ibu itu meninggal ketika aku lahir dan bapakku menjadi gila terus menghilang entah di mana. Mungkin itu sebabnya perempuan tua itu kupanggil Simbah Ibu, Karena hanya dia perempuan yang bisa kupanggil ibu.
Ketika mantra selesai, Simbah Ibu menengadahkan tangannya ke atas dan berserulah dia dengan penuh cinta ke angkasa. Dalam sekejap cahaya-cahaya yang bergemuruh datang seperti hujan meteor menembus pekatnya malam. Cahaya- cahaya itu berhamburan masuk ke rumah-rumah penduduk. Setiap rumah yang dimasuki cahaya itu selalu memancarkan sinar benderang luar biasa. Kami percaya itulah cahaya jelmaan bidadari. Saat Bidadari-Bidadari turun di mataku adalah waktu di mana lukisan terindah sedang dilukis oleh Maha Cinta. Karena angkasa menjadi begitu banyak berwarna. Warna dari mimpi yang melahirkan cinta.
Sekitar jam 3 pagi cahaya-cahaya itu kembali ke angkasa dan menghilang dalam pekat. Dengan kelegaan luar biasa Simbah Ibu selalu mengajakku bersujud mencium bumi sebagai tanda rasa syukur luar biasa karena para Bidadari telah sudi turun membagi cahaya dari Maha Cahaya kepada penduduk desa kami. Bumi seperti mengerti, setiap kami selesai bersujud maka beribu kunang-kunang berhamburan entah dari mana datangnya mengerumuni kami dan aku percaya kunang-kunang itu dihadiahkan para Bidadari untuk memberi senyuman pada wajahku karena konon pada roh-roh suci selalu menjelma menjadi kunang-kunang. Aku begitu yakin kunang-kunang adalah cara roh suci ibuku berbicara padaku. Ya, harum tubuh ibuku di antara kunang-kunang yang menari di antara malam dengan pekat yang hebat…
Setiap pagi penduduk desaku bangun dengan wajah gemerlap penuh cahaya yang menyemburat dari dalam dada mereka. Mereka tidak tahu bahwa setiap malam Bidadari-Bidadari penghuni sorga turun menebarkan serbuk cahaya pada mimpi mereka. Demikianlah di desa kami yang sangat sederhana itu setiap malam kami memanggil Bidadari-Bidadari itu karena Simbah Ibu yakin jika rahim-rahim merah muda penduduk desa kami bahagia maka bayi-bayi yang akan lelap di dalamnya akan menjadi bayi yang penuh dengan cinta di dadanya. Jadi ketika mereka nanti lahir maka dunia akan penuh dengan cinta karena bayi-bayi itu akan terus memancarkan detak jantung yang memompa cinta ke seluruh jaringan nadinya.
Setiap malam meskipun desa kami tak punya listrik, desa kami selalu benderang dengan cahaya Bidadari-Bidadari yang turun. Malam-malam yang sangat membahagiakan. Kemana pun kami pergi, para penduduk selalu memberi senyum tulus tak terhingga kepada kami, Pemanggil Bidadari, begitu mereka menyebut kami. Betul, ilmu memanggil Bidadari itu memang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyangku. Hanya keluargaku yang memiliki ilmu itu.
Hingga satu hari entah karena terlalu renta atau karena memang sudah saatnya, Simbah Ibu pergi menemui Maha Cahaya. Sejak itu duniaku benar-benar gulita. Meskipun sebelum pergi Simbah Ibu sangat mewanti-wanti untuk tetap meneruskan memanggil Bidadari di setiap malam, pesan itu tak pernah kujalankan. Aku begitu marah luar biasa, tidak tahu kepada siapa. Setiap malam aku memilih tidur untuk melupa kerinduanku pada Simbah Ibu dari pada memanggil Bidadari untuk desaku. Demikianlah sejak Simbah Ibu pergi, tak ada lagi yang memanggil Bidadari. Tentu saja akibatnya malam semakin membuat kelam desaku. Tak ada satu pun cahaya yang memancar di atap-atap rumah penduduk. Tak ada serbuk cahaya yang menaburkan cinta pada mimpi-mimpi mereka. Akibatnya setiap pagi orang-orang menjadi kekeringan oleh cinta karena pada darahnya tak lagi mengalir bahagia. Hidup menjadi penuh kekhawatiran karena orang-orang tak lagi mau bermimpi. Mereka takut untuk bermimpi. Mereka menjadi lemah. Tak ada lagi kekuatan untuk mengejar mimpi. Banyak penduduk desaku yang akhirnya meninggal karena mereka memilih itu dari pada hidup tanpa mimpi. Aku tak tahan dengan pemandangan itu. Hingga pada satu pagi yang masih menyisakan pekat yang sepekat-pekatnya kutinggalkan desaku. Demikianlah keturunan terakhir pemanggil Bidadari tak lagi berada di desa itu.
Bertahun-tahun kutinggalkan desaku, tanpa kenangan sedikit pun. Setiap kali ingatan tentang Simbah Ibu dan desaku yang penuh cahaya Bidadari itu muncul, buru-buru aku bunuh dengan minuman atau obat yang membuatku terlelap sedalam-dalamnya dalam mimpi tanpa matahari. Hatiku tak lagi mampu merasakan apa pun. Meskipun kata orang-orang kecantikanku mampu membuat tulang di leher para lelaki bergerak tetapi tak sedikit pun aku mampu merasakan detak dalam hatiku, orkestra itu telah mati. Senyum tak ada lagi ada dalam mataku. Orkestra itu telah pergi bersama kepergian Simbah Ibu. Kesedihan yang tak bisa dieja oleh huruf paling purba sekalipun. Aku pilih pekerjaan yang membuatku selalu harus berjalan ke segala pelosok dunia untuk melupa. Tapi ingatan adalah sebuah luka yang sangat menyakitkan. Hingga suatu hari aku menyerah pada kesedihanku. Rindu yang tak tertahan luar biasa membuatku melolong berhari-hari tanpa henti. Kupanggil berkali-kali perempuan bermata sorga itu. Aku benar-benar rindu memanggil Bidadari. Aku rindu kunang-kunang yang keluar dari bumi. Aku rindu ibuku. Aku rindu malam. Aku rindu bersujud pada bumi. Aku rindu melihat wajah-wajah bahagia di desaku. Aku rindu Hidup. Pada tahun ke 9 tepat setelah kematian Simbah Ibu aku putuskan kembali ke desaku.
***
Rumah Simbah Ibu tetap sama dengan waktu aku tinggalkan dulu. Wasino tukang kebun kami yang sekarang sudah begitu renta masih tetap setia merawat rumah itu. Foto-foto yang mulai pudar warnanya tetap melekat pada dinding kamar. Ingatan memang sangat kurang ajar, karena hanya ingatan yang mampu mengubah waktu dalam sekejap. Seperti kembali di mana bau rokok klembak Simbah Ibu bercampur melati yang keluar dari sanggulnya menjadi bau yang selalu aku rindukan setiap kali pulang sekolah. Aku begitu rindu luar biasa pada perempuan itu. Penduduk desaku silih berganti datang mengucapkan selamat datang. Wajah-wajah mereka begitu penuh dengan rasa lelah luar biasa. Entah kapan terakhir mereka merasa bahagia. Wajah-wajah itu begitu berharap aku kembali memanggil Bidadari untuk mereka. Tetap mulut mereka membisu. Mereka takut berharap karena hanya harapan yang melahirkan luka. Untuk pertama kalinya sejak 9 tahun ini aku sangat merasa bersalah pada Simbah Ibu karena berhenti memanggil Bidadari. Aku melolong sejadi-jadinya karena rasa sesal itu begitu tak tertahankan. Aku putuskan malam ini aku kupanggil Bidadari kembali.
Benar saja, tepat jam 12 malam kulakukan kembali ritual yang dulu selalu kulakukan bersama Simbah Ibu. Mungkin karena memang darahku adalah darah pemanggil Bidadari tak lama kemudian langit seperti benderang siang, Cahaya-cahaya yang selalu kurindukan itu turun seperti hujan yang meruah dari angkasa. Dadaku kembali berdentam dan orkestra di dalamnya mulai berbunyi. Para Bidadari kembali menaburkan cahaya pada mimpi-mimpi. Orang tanpa mimpi lebih dahulu mati daripada kematian itu sendiri. Airmataku tak henti-henti keluar, tapi aku tahu ini bukan airmata kesedihan tapi airmata dengan cahaya yang keluar dari dadaku. Serbuk bahagia dari para Bidadari itu mengalir juga ternyata dalam mimpiku. Kunang-kunang kembali berhamburan bahkan sebelum aku bersujud ke bumi. Kunang-kunang yang pasti di antaranya juga ada roh suci Simbah Ibu itu seperti mengerti bahwa aku mulai mengisi darahku kembali dengan mimpi karena hanya mimpi yang mampu meneruskan hidup. Karena mimpi adalah kekuatan.

Selasa, 21 Februari 2012

pengolahan limbah secera primer

Pengolahan Limbah Secara Primer

BAB I
Pendahuluan


1.1 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini, antara lain:
  1. Agar mahasiswa mengetahui cara pengolahan limbah cair penyamakan kulit
  2. Agar mahasiswa mampu mempraktekkan dengan benar mengenai analisa limbah cair pengolahan kulit

1.2 Dasar Teori

Limbah cair dari kegiatan industri penyamakan kulit merupakan unsur potensial untuk kelestarian lingkungan, khususnya lingkungan air. Makin meningkatnya industri kulit baik dalam kuantitas maupun kualitas, membuat semakin kompleknya permasalahan mengenai limbah. Melihat alasan tersebut maka pengolahan limbah cair perlu dilakukan.
Pada umumnya pengolahan limbah penyamakan kulit terdiri dari dari 2 pengolahan, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
Pengolahan primer terdiri dari :
  1. Penyaringan atau secreening yang bertujuan untuk menghilangkan sampah-sampah padat yang terkandung dalam limbah. Selain itu juga bertujuan untuk menetralisir padatan berukuran besar dan kecil sehingga diharapkan arus yang deras tersebut tidak merusak pompa, pengaduk maupun peralatan lainnya.
  2. Penyaringan pasir atau benda-benda keras, proses ini sama seperti proses penyaringan sebelumnya hanya saja merupakan penyaringan lanjutan yang intensif dengan menggunakan grid removal.
  3. Pencampuran dan pengaturan aliran limbah cair (homogenisation and flow equalisation), proses ini bertujuan untuk mengatur debit air limbah serta mengatur air limbah secara keseluruhan agar tidak terjadi aliran limbah yang terlalu ekstrim, sebab dalam penyamakan kulit limbah yang dihasilkan dalam tiap-tiap tahapan proses tidak sama debit alirannya. Oleh karena itu didalam bak equalisasi biasanya dilengkapi dengan:
  • Pengaduk
  • Aerasi
  • Pompa
  • Dan oksidasi sulfida dengan katalisator MnSO4
Adapun pengawasan yang dilakukan dalam proses ini adalah:
  • Apabila bak homogenitas lebih dari satu, maka cara pengisiannya bergantian agar waktu tinggalnya ditentukan dengan pasti
  • Apabila digunakan aerator terapung, maka dipilih aerator yang tepat agarsifat limbah dapat homogen dan sulfida dapat teroksidasi dengan baik
  • Apabila digunakan aerator dasar bak, maka dipilih aerator yang tepat agar dapat mengaduk dengan baik dan tidak terganggu oleh lumpur
  • Jarak inlet dan outlet diupayakan sejauh mungkin agar limbah dapat terolah sempurna
  • Apabila dilakukan oksidasi sulfida disini, maka dosis harus cukup (20 mg/L) dengan percobaan laboratoris dulu.
  • Mengecek kandungan sulfida dengan kertas "Lead acetat" sebelum air limbah dipompa ke bak berikutnya.
  • Pompa sebaiknya menggunakan pompa dasar.
D. penggumpalan dengan bahan-bahan kimia dan pengendapan (chemichal coagulation dan sedimentation)
Pada proses ini pennguumpalan biasanya dilaksanakan dengan bahan-bahan kimia, hal ini dimaksudkan agar:
  • Mengurangi padatan terlarut 80- 90 %
  • Mengurangi BOD dan COD 20 – 40 %
  • Mengurangi krom valensi tiga dan sulfia hingga 100 %
  • Mengurangi warna cat
  • Mengurangi beban pencemar dalam bak biologi

Bahan-bahan kimia yang berfungsi sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair penyamakan kulit antara lain:

Tawas
Tawas/Alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2S04 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O umumnya yang digunakan adalah 18 H2O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada pH < 7 terbentuk Al ( OH )2+, Al ( OH )2
4+, Al2 ( OH )2
4+. Pada pH > 7 terbentuk Al ( OH )-4. Flok –flok Al ( OH )3 mengendap berwarna putih.
Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih – putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan :

Baku mutu limbah cair penyamakan kulit menurut keputusan menteri Lingkungan Hidup tahun 1995 adalah sebagai berikut;
Tabel 1 Baku mutu Limbah penyamakan kulit






















1.3 Alat dan Bahan



1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum proses pengolahan dan analisa limbah cair penyamakan kulit, adalah sebagai berikut:
A. Miniatur pengolahan limbah cair
  • 1 unit miniature pengolahan limbah
  • ember 1 buah,
  • pengaduk listrik,
  • pompa,
  • selang
  • pengukur debit dan
  • Kertas pH
  • gelas ukur 100 ml,
  • gelas beker 250 ml,
  • stopwatch,
  • pH meter,
  • sudip
B. Analisa Limbah

  • Erlenmeyer 250 ml,
  • Gelas beker 250 ml,
  • Corong, buret,
  • Statip,
  • Pipet volum 25 ml,
  • Pipet gondok 10 ml,
  • Propipet,
  • Kompor listrik,
  • Labu ukur 100 ml,
  • Gelas ukur,
  • Gelas arloji,
  • Botol semprot,
  • Tabung COD
  • Reactor COD









2. Bahan
Adapun Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum proses pengolahan dan analisa limbah cair penyamakan kulit, adalah sebagai berikut:
A. Pengolahan limbah Cair
  • Limbah cair soaking,
  • Limbah cair reliming
  • Limbah cair krom tanning.
  • Koagulant kapur
  • Tawas
B. Analisa Limbah Cair

  • Larutan ferisianida
  • Larutan buffer
  • Larutan BaCl2
  • Indicator DMG
  • Aquades, larutan
  • AgNO3 0,1 N 15 ml
  • Larutan HNO3 pekat 5 ml,
  • Kalium thiosianat 0,1 N
  • Indikator Ferric alum
  • Larutan H2O2 30%
  • HCl pekat, KI 10%
  • Larutan Thiosulfat o,1N
  • Indicator amilum

1.4 Cara Kerja

a. Adapun cara kerja dari praktikum proses pengolahan limbah cair kulit adalah sebagai berikut:
  1. Limbah cair soaking, krom, dan reliming dimasukkan kedalam bak terpisah dan masing limbah dianalisa ph, debit, kadar klorida, krom, sulfide dan cod,
  2. Kemudian dari masing-masing bak limbah tersebut dialirkan kedalam bak equalisasi dan diaduk dengan pengadukan cepat serta dianalisa debit, ph, kadar klorida, krom, sulfide dan cod,
  3. Kemudian dari bak equalisasi campuran limbah dialirkan menuju bak koagulasi dan dilakukan pengadukan lambat dan ditambah koagulant serta dianlisa ph, debit, klorida, krom, sulfide dan cod,
  4. Setelah itu limbah dialirkan kedalam bak sedimentasi dengan menggunakan bantuan pompa listrik. Didalam bak sedimentasi dengan system meluber cairan hasil luberan dialirkan kembali kedalam bak koagulasi yang sebelumnya juga dilakukan analisa ph, debit, kadar klorida, krom, sulfide dan cod serta endapan yang dihasilkan dialirkan kedalam wadah dan dilakukan proses pengeringan.

b. Adapun cara kerja dari analisa limbah cair kulit adalah sebagai berikut:
  1. Analisa pH ; limbah pada masing tahap proses Dianalisa keadaan pHnya dengan menggunakan kertas pH dan pH meter.
  2. Analisa debit; yaitu pada limbah dialirkan kedalam gelas beker 100 ml dan dhitung dengan stowath waktu mulai mengisi gelas beker sampai tanda garis atau sampai volum limbah 100 ml, kemudian volum gelas beker dibagi dengan waktu dalam detik sehingga didapat kecepatan alir atau debit dalam ml/detik.
  3. Analisa kadar klorida; sampel limbah pada bak Q1, Q4, Q5 dan Q6 diambil kemudian masing ditambahkan larutan AgNO3 dan HNO3 pekat kemudian dipanaskan sampai mendidih dan didinginkan sampai suhu ±600C kemudian ditambah aquades dan dititrasi dengan larutan thiosianat (KCNS) dan indikataor ferric alum.
  4. Analisa kadar krom, sampel limbah pada bak Q2, Q4, Q5 dan Q6 diambil dan kemudian ditambahkan air suling, Larutan H2O2 30% setelah itu dididihkan pelan-pelan selam 30 menit dan setelah itu ditambahkan kembali air suling kemudian di cek pH dan ditambahkan larutan HCl 5N dan KI 10% dan didiamkan dalam tempat gelap beberapa menit kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat dengan indicator amilum sampai berwarna bening.
  5. Analisa kadar sulfide, sampel limbah pada bak Q3, Q4, Q5, dan Q6 diambil dan kemudian ditambahkan larutan buffer dan beberapa tetes indicator DMG serta BaCl2 dan setelah itu dititrasi dengan larutan ferisianida sampai warna larutan berubah.
  6. Analisa kadar COD, sampel limbah yang telah diencerkan pada masing-masing tahap proses diambil dan dimasukkan kedalam tabung COD kemudian ditambahkan larutan K2Cr2O2 dan asam sulfat dan kemudian dilakukan proses refluks dengan reactor COD selama 2 jam pada suhu 1500C setelah itu tabung COD didinginkan setelah dingin dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan indicator ferroin sebanyak 3-4 tetes dan kemudian dititrasi dengan larutan FAS sampai terjadi perubahan warna dari warna kuning menjadi merah bata.



BAB II
PRAKTIKUM



2.1 Data hasil percobaan

Tabel 2 Hasil pengamatan pada praktikum
No
Proses
Limbah
Pengamatan
pH
Debit ml/detik
Klorida
gr/l
Krom
gr
Sulfida
COD
1
Bak Q1
Soaking
8
7,6
5,09
-
-
-
2
Bak Q2
Tanning Crom
4,14
11,44
-
0,0027
-
-
3
Bak Q3
Reliming
13
7,6
-
-
0,00078
-
4
Equalisasi Q4
Campuran
9
9
5
0,0021
0,000507
-
5
Koagulasi Q5
Campuran
10
21,7
4,7
0,0033
0,00065
-
6
Sedimentasi Q6
Campuran
12
8,278
2,84
0,0017
0,00039
-


2.2 Perhitungan

  1. Debit
            Contoh Q1 ; V : 50 ml ; t : 6,5 detik
  2. Kadar Klorida
    Diketahui : Q1 VTitrasi rata-rata : 0,3 ml
         N KCNS : 0,1N
            N AgNO3 : 0,1N
        Kadar Klorida     :……..?
    Jawab
    N KCNS x V KCNS    = N AgNO3 x V AgNO3
    0,1    x    0,3    = 0,1     x V AgNO3
            0,03    = 0,1 x V AgNO3
        V AgNO3    = 0,3 ml
    Jadi V AgNO3 yang bereaksi adalah 15-0,3 = 14,7 ml
    Kadar NaCl     = 14,7 x 0,00858
            = 0,126 gr/15 ml
            = 8,4 gr/lter
    Kadar Klorida    = Ar Cl / Mr NaCl x gr/l
            = 35,4/58,4 x 8,4 gr/l
            = 5,09 gr/l
  3. Kadar Krom
    1 ml thio sulfat = 0,002534 gr Cr2O3
    Q2 = 1 ml thiosulfat = 0,002534 gr Cr2O3
                0,93
             = 0,0027 gram Cr2O3


  4. Kadar Sulfida
    1 ml ferrisianida 0,1N = 0,0039 gr Na2S
    Q2 = 0,0039 x 0,2 = 0,00078 gr/ml Na2S    
  5. COD
    ( Error )

2.3 Pembahasan

Dalam praktikum ini, limbah cair proses penyamakan kulit diolah dengan melalui proses pengolahan primer yang terdiri dari beberapa tahapan proses. Untuk menyesuaikan dengan keadaan dilapangan maka dilakukan perancangan alat sederhana berupa miniatur instalasi pengolahan limbah yang terdiri dari bak-bak untuk limbah, ekualisasi maupun pengendapan. Pada tanki pengendapan diberi sekat-sekat untuk menyesuaikan dengan instalasi pegolahan limbah yang sebenarnya dilapangan, yang bertujuan agar memperpanjang waktu limbah didalam tanki penegndapan sebelum penyaringan sehingga limbah dapat lebih sempurna dalam koagulasi maupun penurunan sulfida dengan dengan aeratornya.
Adapun rancangan miniatur instalasi pengolahan limbah dalam praktikum ini adalah seperti gambar berikut ini:

Miniatur tersebut terdiri dari 3 bak limbah yang terletak lebih tinggi dari bak lainnya agar aliran limbah lebih lancar, bak ekualisasi yang didalamnya terdapat pompa dan floculator, serta tanki pengendapan yang diberi sekat-sekat.
Pada bak pertama Q1 berisi limbah soaking yang berwarna hitam keruh. Limbah ini banyak mengandung klorida serta material organik berupa bulu, lemak maupun daging. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, maka diketahui kandungan klorida pada limbah soaking ini adalah sebesar 5,06 gr/L. Sedangkan untuk debit aliran pada limbah ini adalah sebesar 7,6 ml/detik. Debit aliran ini bergantung pada seberapa kandungan zat terlarut yang ada pada cairan limbah serta viskositas dari cairan limbah tersebut. Pada limbah soaking terdapat banyak kandungan zat terlarut yang berasal dari sisa-sisa material organik kulit yang larut bersama air soaking sehingga menyebabkan viskositas larutan bertambah. Selain itu pH larutan berkisar pada pH netral karena adanya kandungan garam.
Pada bak kedua Q2 berisi limbah krom yang berwarna kehijauan keruh. Limbah ini banyak mengandung sisa krom dari hasil penyamakan dan memiliki pH asam, yaitu 4,14. Selain itu laju debit air limbah krom ini lebih besar dibandingkan dengan pada limbah soaking, hal ini disebabkan karena pada proses penymakan krom, limbahnya tidak banyak mengandung material organik yang berupa padatan yang menyebabkan viskositas larutan bertambah. Kemudian dalam hal kandungan krom pada limbah ini adalah 0,0027 gr/l
Pada bak ketiga Q3 berisi limbah reliming yang berwarna kehijauan keruh. Limbah ini banyak mengandung material oragnik serta campuran natrium sulfida dan kapur yang menyebabkan bau paa limbah ini menyengat. Ph pada larutan limbah ini berkisar pada ph basa karena pengaruh kapur, yaitu sekitar 13. Debit aliran air paa limbah ini relatif kecil dibandingkan dengan aliran limbah lainnya sebab banyak mengandung material padatan yang berasal dari material oraganik kuli yang berupa daging, bulu, kotoran, serta larutan kapur dan natrium sulfida yang menyebabkan viskositas larutan limbah ini naik sehingga debit alirannya berkurang. Kandungan sulfida pada limbah ini relatif besar, yaitu sekitar 0,00078 gr/l.
Pada bak ekualisasi semua jenis limbah pada ketiga bak tersebut dicampur menjadi satu untuk meraksikan ketiga limbah tersebut, yaitu antar asam yang berasal dari limbah krom, basa yang berasal dari limbah reliming, dan netral atau garam yang berasal dari limbah soaking. Reaksi ini menyebabkan terjadinya endapan, sebab reaksi antara asam-basa menghasilkan garam dan air. Oleh karena itu prinsip ini dimanfaatkan untuk instalasi pengolahan limbah ini. Selain itu fungsi ekualisasi adalah untuk mnyeragamkan aliran air karebna seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa aliran air pada tiap-tiap jenis limbah berbeda. Pada saat ekualiasai, cairan limbah yang dicampur terjadi perubahan pH yang menuju kearah netral, yaitu sekitar 9. Serta debit aliran air yang berubah menjadi 9 akibat adanya pencampuran beberapa jenis limbah yang berbeda. Selain itu secara kasat mata terlihat larutan limbah tersebut mulai mengalami koagulasi walaupun tidak terjadi secara signifikan. Sehingga dilakukan penambahan koagulan berupa tawas dan kapur dengan perbandingan 2 : 1 yang bertujuan untuk mengkoagulasi limbah secara cepat. Cara pemberian koagulan dilakukan bedasarkan metode jartest, dimana pada saat penambahan koagulan pengadukan dilakukan secara cepat selama 15 menit pertama baru setelah itu kecepatan pengadukan diturunkan, dan tahap ini disebut flokulasi.
Untuk mengurangi kandungan sulfida yang ada pada limbah pada bak ekualisasi, maka diberikan aerator yang berfungsi untuk menyuplai oksigen kedalam limbah agar kandungan sulfida berkukang.
Pada hasil akhir pengolahan limbh tersebut terjadi kenaikan pH, penurunan pH serta penurunan beberapa kandungan limbah seperti krom dan sulfida yang lebih kecil dibandingkan limbah pada bak–bak awal. Hal ini membuktikan bahwa proses pengolahan limbah tersebut berjalan lancar.
Hanya saja dalam praktikum ini untuk kandungan COD tidak bisa ditentukan sebab terjadi human error dalam penentuan kadar COD dalam tiap-tiap tahapan proses pengolahan limbah tersebut.
Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan ph, debit, maupun kandungan krom, maupun sulfida dapat dilihat pada grafik-grafik berikut ini:






Grafik 1 perubahan pH pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah



Grafik 2 perubahan debit pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah






Grafik 3 perubahan kadar klorida pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah



Grafik 4 perubahan kadar Cr pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah

Grafik 5 perubahan kadar sulfida pada tiap-tiap bak instalasi pengolahan limbah















BAB III
KESIMPULAN







Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Pada pengolahan limbah primer terjadi perubahan pada inlet maupun outlet, baik dalam hal pH, debit air, kandungan Cr, kandungan Klorida maupun kandungan sulfida
  2. Pada proses pengolahan limbah ini terjadi reaksi asam-basa yang menyebabkan terjadi endapan berupa garam-garaman dan hasil sampingan berupa air.

Sabtu, 11 Februari 2012

LATAR BELAKANG KEDATANGAN ORANG-ORANG EROPA KE DUNIA TIMUR



Abad ke 15 bangsa-bangsa Eropa yang dipelopori oleh Spanyol dan Portugis mengadakan penjelajahan samudra. Faktor pendorongnya adalah sbb   :
       Jatuhnya Konstantinopel  Ibu Kota Romawi Timur ke tangan kerajaan  Islam Turki  Usmani pada tahun 1452.
       Pendapat dari Covernicus yang menyatakan bumi itu bulat.
       Penemuan Kompas
       Semangat Reqonquista, yaitu semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam dimanapun berada
Bangsa Spanyol
¢  Christoper Columbus (1451 – 1506)
¢  Pada tahun 1492 Columbus mendapat bantuan dari penguasa Spanyol. Ratu Isabela dalam rangka penjelajahan  samudra mencari negeri Hindia. Ia berlayar ke arah barat dengan keyakinan bahwa bumi bulat, sehingga akan sampai pula ia ke Hindia.
¢  Pada tanggal 12 Oktober 1492 ekspedisi Columbus sampai di kepulauan Bahama , sebelah timur benua besar yang belum diketahui waktu itu. Mereka menyangka telah sampai di Hindia sehingga memberi nama penduduk aslinya dengan nama Indian. Kemudian Amerigo Vespucci membuat peta benua baru yang diketemukan, juga menulis banyak tentang benua itu. Dari namanyalah kemudian dikenal nama benua Amerika
Magelhaens (1480 – 1521)
¢  Ia meninggalkan Spayol tanggal 10 Agustus 1519. Disertai oleh Kapten Yuan Sabastian del Cano dan sastrawan Italia Pigaffeta. Merupakan ekspedisi pertama yang berhasil mengelilingi dunia, walaupun Magelhaens sendiri  gugur di Philipina karena terlibat dalam perang antar suku/perang saudara dinatara kerajaan kerajaan di Philipina. Pimpinan ekspedisi diambil alih oleh Yuan Sabastian del cano dan melaui Tanjung Harapan (Afrika Selatan) kemudian mereka akhirnya tiba di Spayol tahun 1522
PENJELAJAHAN BANGSA PORTUGIS
¢  Raja Portugis Manuel I (1469 – 1521) memerintah Vasco da Gama untuk mencari India dan daerah-daerah baru lainnya. Berdasarkan pengalaman Bartholomeus Diaz yang menemukan Tanjung Harapan tahun 1486, Vasco da Gama akhirnya sampai di Kalikut India tahun 1498. Di daerah yang diketemukan diletakannya “Batu Pedro” dan menganggap tempat itu adalah koloni Portugis
¢  PENJELAJAHPenjelajah dari Inggris pada abad 16 antara lain Sir Francis Drake (1540 – 1596)
¢  Pada tahun 1567 Drake sudah menjadi nakhoda sebuah kapal dagang miliknya sendiri, yang berlayar menuju India Barat. Dalam perjalanannya ia diserang oleh armada Spayol, tetapi dapat meloloskan diri.
¢  Pada tahun 1572 Drake mendarat di Panama. Ia menaklukan kota Nombre de Dios dengan menawan sejumlah besar tentara Spayol dan merampas 30 ton perak. Pada tahun 1577 Drake menuju Samudra Pasifik melewati  selat Magellan dan sampai disebuah perairan yang kemudian diberi nama “Terusan Drake”.
¢  Ia melanjutkan petualangannya sampai di Maluku. Tahun 1580 Drake kembali ke Inggris dan tahun 1595 ia menuju ke India Barat
Penjelajahan bangsa belanda
¢  Tahun 1596 bangsa Belanda dibawah Cornelis de Houtman tiba di Banten. Mereka diterima denganbaik karena tujuan awal mereka untuk berdagang. Dan sejak saat itu banyak para kngsi dagang Belanda yang datang ke Banten. Upaya Belanda dalam menghindari terjadinya persaingan perdagangan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menghadapi kongsi dagang Inggris (EIC), maka didirikanlah VOC  (Verinigde Oost Indische Compagnie) pada tahun 1602 dibawah pimpinan Jan Van oldenbarnevelt
HAK-HAK ISTIMEWA VOC ;
¢  A. Hak monopoli perdagangan
¢  B. Hak memiliki tentara sendiri
¢  C. Hak memiliki mata uang sendiri
¢  D. Hak memaklumkan perang
¢  E. Hak memiliki tanah jajahan
¢  Selain hak-hak istimewa tersebut, VOC memiliki kewajiban :
¢  1. Membantu keuangan Belanda
¢  2. Membantu Belanda jika diserang bangsa lain